Metroterkini.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon mengatakan, pemerintah yang terkesan lamban dalam merampungkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bersama dengan DPR. Padahal, kata dia, RUU tersebut seharusnya bisa selesai pada masa sidang ke IV tahun 2017-2018 lalu.
"Jadi seharusnya pada masa sidang kemarin sudah bisa kita sahkan. Tapi dari pemerintah yang meminta satu bulan, terutama terkait dengan definisi apa itu teroris itu apa definisinya. Jadi supaya jelas. Saya kira tidak benar bahwa di DPR ini ada penundaan dan sebagainya," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/5).
Fadli menjelaskan, beberapa hal sudah selesai dibahas dalam revisi tersebut. Mulai dari masa tahanan hingga pelibatan TNI dan Polri. Masalah pelibatan itu, tambahnya, juga sudah diserahkan pada pemerintah untuk melakukan pembahasan lebih rinci.
"Tinggal masalah definisi dan itu bolanya ada di Pemerintah. Pemerintah yang harusnya bisa mengatur bagaimana soal Polri dengan TNI terkait dengan penanganan terorisme, apakah kita libatkan TNI dari awal karena kita melihat ini sebagai ancaman negara atau polisi yang menganggap ini sebagai ancaman keamanan saja bukan ancaman terhadap negara," paparnya.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, aksi terorisme terjadi bukan karena RUU tersebut belum dirampungkan. Tetapi karena lemahnya kemanan dari aparat kepolisian.
"Jangan seolah-olah karena gagal mengatasi, Undang-Undang yang disalahkan. Undang-Undang tentang anti terorisme itu sudah ada, jadi bukan kekosongan, Undang-Undang nya," ujarnya.
"Yang sekarang ini RUU ini adalah revisi terhadap Undang-undang yang sudah ada itu. Jadi payung hukum sudah jelas. Cuma kan mereka ingin suatu kewenangan yang lebih, termasuk melakukan preventif action," lanjutnya.
Fadli mengungkapkan, selama ini pemerintah cenderung sering menunda rapat pembahasan bersama DPR. Karena itu ia meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih dahulu mengecek aparaturnya serta tak lagi menyalahkan DPR.
"Di masa-masa dulu Pemerintah yang selalu menunda-nunda rapat. Jadi dri pihak pemerintahlah yang lambat. Jadi saya kira harus dikoreksi Pernyataan Presiden Jokowi itu seolah- DPR yang lambat. Jadi pemerintah, mungkin Pak Jokowi harus ngecek sendiri aparaturnya. Bukan dri DPR," ucapnya. [mer]